Reportase Webinar
Dialog Kebijakan Diabetes Melitus Seri 8: Kebijakan Diabetes Melitus untuk Kehamilan
12 Oktober 2022
PKMK – Yogya. Tim Lintas Departemen FK – KMK UGM bekerjasama dengan Lintas Fakultas UGM, Pokja URT UGM, dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK – KMK UGM menyelenggarakan webinar yang mengangkat topik tentang kebijakan diabetes melitus (DM) untuk kehamilan. Webinar ini merupakan seri ke-8 dari rangkaian Webinar Dialog Kebijakan Diabetes Melitus yang telah dilaksanakan sejak Agustus dan akan berlangsung hingga November 2022. Pada webinar seri ke-8 ini, kegiatan dipandu oleh moderator yakni dr. Prenali Dwisthi Sattwika, Sp.PD.
Kebijakan Diabetes Melitus untuk Kehamilan
R. Detty Siti Nurdiati Z, MPH., Ph.D., Sp.OG (K) membuka materi dengan menjelaskan kondisi diabetes gestasional (GDM) saat ini. Menurut data, prevalensi GDM terus mengalami peningkatan, dimana GDM terjadi setiap 1 dari 7 kelahiran. GDM adalah on set dari peningkatan kadar gula darah selama kehamilan yang masuk dalam kategori hiperglikemia. Kondisi ini sangat berisiko menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi, karena GDM meningkatkan risiko preeklampsia yang merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu. Melihat latar belakang tersebut, GDM harus diatasi mengingat dampaknya yang sangat besar pada ibu dan janin.
Pada kondisi kehamilan normal, hiperglikemia dapat terjadi karena plasenta memproduksi hormon-hormon yang menghambat kerja insulin sehingga terjadi kenaikan glukosa darah. Jika kondisi ini tidak terkontrol, glukosa darah yang meningkat tersebut dapat masuk ke tubuh bayi dan diubah menjadi lemak, sehingga menyebabkan kenaikan berat badan bayi hingga melebihi 4 kg. Insulin di tubuh bayi juga akan berusaha mengkompensasi tingginya glukosa darah yang mengakibatkan produksi insulin turut meningkat. Setelah bayi lahir, kadar insulin yang tinggi ini dapat menyebabkan hipoglikemia karena bayi sudah tidak menerima asupan glukosa dari ibunya, dan kondisi tersebut dapat mengancam nyawa. Oleh karena itu, diperlukan skrining GDM guna mencegah mortalitas dan morbiditas baik pada ibu dan bayi.
Skrining GDM sebaiknya dimulai dari masa prakonsepsi, sehingga apabila ditemukan hiperglikemia, maka pasien dapat diberikan kontrasepsi dan konseling untuk menunda kehamilan hingga target indeks glikemiknya tercapai. Bagi ibu hamil yang tidak diabetes, sangat dianjurkan untuk melakukan skrining GDM minimal 1 kali antara minggu ke-24 sampai ke-28 kehamilan, dan jika terdeteksi GDM, maka ibu tersebut harus diperiksa ulang dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) pada minggu ke-6 sampai 12 postpartum. Sedangkan ibu hamil yang menderita diabetes (baik GDM atau bukan) sebaiknya memantau kadar glukosa darah puasa dan postprandial secara rutin untuk mencapai kontrol glukosa normal.
Penanganan GDM terutama melalui perubahan gaya hidup berupa aktivitas fisik, pengaturan asupan makan, dan manajemen berat badan. Namun jika ketiga hal tersebut belum mampu mengatasi GDM, maka pasien dapat diberikan terapi insulin. Sementara itu, pemberian metformin dalam kehamilan masih bersifat pro dan kontra, sehingga sebaiknya tidak digunakan sebagai lini pertama dalam treatment GDM.
Berbicara mengenai kebijakan pencegahan dan penanganan GDM di Indonesia, skrining DM pada wanita usia 15-59 tahun dikelompokkan untuk remaja, calon pengantin, dan ibu hamil berdasarkan Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2021. Namun, aturan tersebut tidak memayungi wanita yang telah lulus sekolah tetapi belum menikah/ belum hamil. Selain itu, juga belum disebutkan dengan jelas hal-hal teknis seperti penjadwalan dan alur rujukan, serta prosedur koordinasi, monitoring, evaluasi, dan pembiayaan untuk skrining DM. Terkait hal tersebut, Detty menyampaikan bahwa diperlukan penguatan kebijakan di level provinsi atau kabupaten/ kota, serta diperlukan juga kerja sama lintas sektoral untuk mempersiapkan ibu di masa prakonsepsi untuk mencegah risiko GDM.
Reporter: Salwa Kamilia Cahyaning Hidayat, S.Gz (PKMK UGM)