Reportase
The 78th World Health Assembly
19 Mei 2025

Digital health transformation in the global NCD response – a call for unified approaches and scaled investment
Agenda ini merupakan side event kegiatan The 78th World Health Assembly co-hosted by the International Diabetes Federation (IDF) and the World Diabetes Foundation (WDF).
Jenewa, [World Health Assembly] – Dalam sebuah acara sampingan yang menarik di sela-sela World Health Assembly (Majelis Kesehatan Dunia) di Jenewa, International Diabetes Federation (IDF) dan World Diabetes Foundation (WDF) menjadi tuan rumah diskusi penting bertajuk “Transformasi Kesehatan Digital dalam Respons NCD Global”. Acara ini menggarisbawahi urgensi pemanfaatan teknologi untuk mengatasi meningkatnya beban Penyakit Tidak Menular (NCD) di seluruh dunia, dengan fokus pada pengalaman global dan implementasi di tingkat negara.
Momen ini sangat penting, bukan hanya karena bertepatan dengan Majelis Kesehatan Dunia, melainkan juga karena hanya beberapa bulan lagi akan diselenggarakan pertemuan tingkat tinggi keempat tentang non communicable disease (NCD) di New York, dimana rancangan awal deklarasi politik sudah membahas tentang pemanfaatan teknologi dan inovasi untuk pencegahan, pengendalian, dan peningkatan kesehatan mental NCD. Tujuannya untuk memahami kerangka kerja global dan inisiatif yang ada, serta mempelajari pelajaran praktis dari implementasi di negara-negara.
Transformasi Digital: Sebuah Perubahan Disruptif
Para pembicara sepakat bahwa kita sedang mengalami perubahan yang mengganggu (disruptive change) dalam cara layanan kesehatan disampaikan, penyakit didiagnosis, dan pasien dijangkau. Digitalisasi dan transformasi digital menawarkan potensi untuk meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan perawatan, hal ini memungkinkan diagnosis lebih awal, intervensi, dan pencegahan bagi individu yang hidup dengan NCD, seperti diabetes dan penyakit kronis lainnya. “Kita berada di saku pasien kita dengan menggunakan ponsel pintar,” ujar salah satu moderator, menyoroti kedekatan yang belum pernah ada sebelumnya dengan pasien. Pemanfaatan kekuatan kecerdasan buatan (AI) dan digitalisasi ditekankan untuk mengembangkan contoh praktik terbaik demi perawatan pasien yang lebih baik.

Kerangka Kerja Global dan Solusi Praktis
Panel pertama menyoroti kerangka kerja dan alat global:
- Tantangan dan Sumber Data WHO: Dr Farshad Farzad Far dari WHO memaparkan tantangan beban NCD yang tinggi, sistem data yang terfragmentasi, dan pemantauan tingkat fasilitas yang lemah. Solusi yang disajikan termasuk penggunaan arsitektur DHIS2 dalam dua modul terintegrasi (DHIS2 Aggregate untuk NCD dan DHIS2 Tracker) yang memungkinkan pengumpulan data tingkat fasilitas dan pasien yang efisien. Alat-alat lain yang dikembangkan meliputi skor risiko kardiovaskular berbasis Python yang tersedia secara elektronik (API dan aplikasi mini) dan dasbor universal untuk perbandingan kinerja fasilitas. WHO juga mendukung advokasi, analisis, pengujian pengguna akhir (health professional review), dan dukungan teknis untuk kerangka NCD nasional.
- Sistem Digital Jangka Panjang oleh Universitas Oslo (DHIS2): Dr. Michael Frost dari University of Oslo menjelaskan bahwa DHIS2 adalah platform sumber terbuka yang digunakan sebagai sistem pencatat kesehatan nasional di lebih dari 70 negara. Pendekatan mereka berpusat pada kepemilikan lokal dan kapasitas lokal untuk mendukung dan mengadaptasi sistem seiring waktu, daripada mengandalkan vendor tunggal. Integrasi sistem ke dalam alur kerja rutin penyedia layanan kesehatan sangat penting, membantu mereka dalam perawatan pasien, bukan hanya sebagai persyaratan pelaporan. Contoh implementasi termasuk pengendalian hipertensi di Nigeria, tindak lanjut bedah kaki diabetes di pulau Solomon, dan registri kanker di Rwanda.
- Perjalanan dan Visi IDF: Dr Jackie Maalouf, Wakil Presiden IDF, menguraikan evolusi IDF dalam teknologi selama 75 tahun, mulai dari standar pendidikan hingga IDF School of Diabetes yang telah menjangkau lebih dari 100 ribu pengguna. Visi “future-ready people-centered IDF” berupaya menjadi penghubung digital untuk menciptakan solusi yang terukur. Maalouf juga secara jujur membahas tantangan: kurangnya akses ke ponsel pintar dan internet di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC), silo data, kebutuhan akan kerangka etika dan privasi yang memadai, kurangnya investasi, dan resistensi dari profesional kesehatan. Ia menyerukan investasi lebih lanjut dalam kesehatan dan literasi digital, penskalaan model yang berhasil, pengembangan kebijakan inklusif yang mengintegrasikan AI, dan kemitraan lintas sektor. Digital health bukan hanya teknologi, tetapi juga hak asasi manusia.
Suara dari Pengalaman Hidup Nupur dari Blue Circle Diabetes Foundation di India memberikan perspektif yang kuat tentang pengalaman hidup dengan diabetes tipe 1. Ia menekankan bahwa intervensi digital bersifat terukur dan tidak terlalu mahal, menjadikannya sangat relevan di LMIC dengan tantangan pendanaan. Nupur membagikan contoh praktis: penggunaan pesan suara WhatsApp untuk berkomunikasi dengan orang tua pasien yang buta huruf, bengkel online selama COVID-19 untuk mempertahankan rasa kebersamaan, dan aplikasi seluler Blue Circle Diabetes yang dirancang oleh dan untuk penderita diabetes, yang kini mencatat 1 juta catatan glukosa setiap bulan. Ia menegaskan bahwa keterlibatan bermakna dari orang dengan pengalaman hidup tidak dapat ditawar untuk keberhasilan program atau kebijakan.
Studi Kasus Negara: Bukti Implementasi di Lapangan Panel kedua menampilkan pengalaman langsung dari Kenya, Tanzania, dan Sri Lanka:
- Kenya: Menuju “Jalan Tol” Digital Nasional: Dr. Elizabeth Onyango dari Kementerian Kesehatan Kenya memaparkan lanskap legislatif baru, termasuk Undang-Undang Kesehatan Digital yang membentuk agensi kesehatan digital dan sistem informasi kesehatan terintegrasi. Kenya bergerak dari sistem informasi kesehatan yang terfragmentasi menuju TIFFA Care (Kenya digital health superhighway), sebuah solusi ujung-ke-ujung yang bertujuan mengintegrasikan semua sistem yang ada. Sistem Informasi Kesehatan Komunitas Elektronik (eCHIS) memungkinkan promotor kesehatan komunitas mengumpulkan data NCD di tingkat rumah tangga. Manfaat yang diamati meliputi peningkatan kualitas data, visibilitas real-time manajemen pasien, dan efisiensi program NCD. Namun, tantangan tetap ada, seperti operasionalisasi penuh superhighway, kerumitan integrasi sistem EMR di tingkat kabupaten, adopsi digital yang rendah di kalangan pekerja kesehatan, dan kesenjangan infrastruktur.
- Tanzania: Dari Buku Catatan ke Sistem Terpadu: Dr Omary Ubuguyu, dari Kementerian Kesehatan Tanzania menggambarkan evolusi sistem pencatatan medis mereka dari berbasis kertas pada 1960-an hingga transisi ke sistem digital. Tantangan utama adalah sistem yang terfragmentasi (lebih dari 120 platform berbeda) yang tidak dapat saling beroperasi. Kolaborasi dengan WDF pada “Diabetes Compass” menjadi titik balik, menyediakan alat untuk promosi, data terpusat untuk pengambilan keputusan, dan identifikasi dini dengan bantuan AI. Sistem ini mengalami peningkatan adopsi yang pesat, mencapai 5.000 fasilitas dari target awal delapan, dan mengintegrasikan manajemen rantai pasokan obat (ELMIS). Tantangan utama adalah interoperabilitas yang buruk dan tekanan dari penyandang dana yang mendorong inisiatif terpisah.
- Sri Lanka: Cetak Biru Digital sebagai Panduan: Dr Champika Wickramasinghe dari Kementerian Kesehatan Sri Lanka memaparkan upaya transformasi kesehatan digital selama 10 tahun, dimulai dengan pengembangan standar dan pedoman e-health. Negara ini telah memperkenalkan sistem penomoran kesehatan unik untuk institusi dan nomor kesehatan pribadi. Cetak biru kesehatan digital (digital health blueprint) kini menjadi panduan untuk semua inisiatif digital di masa depan, mencegah pemborosan sumber daya akibat proyek yang tumpang tindih. Implementasi aplikasi skrining, pusat gaya hidup sehat, dan klinik yang terintegrasi dengan dasbor DHIS2 telah memungkinkan pergeseran tugas (task shifting), peningkatan efisiensi klinik, dan akses data bagi staf kesehatan komunitas. Hambatan utama adalah biaya yang tinggi, kesenjangan literasi digital, dan migrasi tenaga kerja terampil.
Tantangan Umum dan Seruan untuk Konvergensi
Ada juga kesenjangan besar dalam infrastruktur digital (3,7 juta orang masih tanpa akses internet) dan investasi yang tidak selaras (kurang dari 2% pendanaan kesehatan global menargetkan NCD di LMIC). Meskipun banyak solusi digital telah terbukti, mereka seringkali tidak dapat ditingkatkan karena masalah ini.
Pertanyaan tentang bagaimana memastikan model kesehatan digital hemat biaya dan mendukung Cakupan Kesehatan Universal (UHC) juga dibahas. Para perwakilan negara sepakat bahwa solusi digital dapat meningkatkan akses ke layanan berkualitas, memfasilitasi telekonsultasi, mengurangi pengulangan investigasi, dan memungkinkan perawatan holistik, yang semuanya mendukung tujuan UHC.
Penutup dan Refleksi
Dr Derrick Muneene dari WHO menyoroti posisi strategis mereka dengan Strategi Global WHO untuk Kesehatan Digital dan peluncuran Inisiatif Global untuk Kesehatan Digital pada tahun 2024. Inisiatif ini bertujuan untuk menyatukan, mengumpulkan pendanaan, mengurangi fragmentasi, dan membangun infrastruktur publik digital menggunakan solusi terbuka. Ia juga menekankan pentingnya pendekatan “READY” yang berfokus pada ketahanan, keadilan, produksi lokal, dan kepemilikan dalam transformasi digital.
Ms Sanne Frost Helt, dari WDF merangkum diskusi, mengakui “hype yang pantas” di sekitar transformasi kesehatan digital dan janjinya untuk sistem data yang lebih baik, peningkatan jangkauan, dan hasil pasien yang lebih baik. Namun, ia juga menegaskan bahwa transformasi ini tidak mudah dan membutuhkan komitmen untuk koordinasi dan berbagi informasi, kepemilikan dan kepemimpinan negara, menghormati tingkat kesiapan digital setiap negara, dan memecah silo penyakit yang menciptakan silo data. Pada akhirnya, tujuan utama transformasi digital adalah untuk memungkinkan hasil kesehatan yang lebih baik bagi individu manusia.
Acara ini ditutup dengan optimisme bahwa, meskipun ada banyak tantangan, pengalaman bersama dan solusi yang terbukti di seluruh dunia dapat membantu mempercepat adopsi dan penskalaan transformasi kesehatan digital untuk respons NCD global.
Reportase: Candra, MPH
Sumber: Video Youtube