Significant Boost in Rates of Type 2 Diabetes Among Children During COVID-19 Pandemic
Berdasarkan studi rekam medis multi-situs, para peneliti di Johns Hopkins Children’s Center dan di seluruh Amerika Serikat mengatakan bahwa mereka telah mendokumentasikan peningkatan yang tajam pada kejadian diabetes melitus (DM) tipe 2 pada anak-anak selama pandemi COVID-19.
Menurut laporan yang diterbitkan pada 17 Agustus dalam The Journal of Pediatrics ini, para peneliti menyebutkan bahwa masih tidak jelas apakah infeksi virus corona merupakan faktor yang menyebabkan peningkatan tersebut, namun mereka berkesimpulan bahwa peralihan ke pembelajaran virtual dan pengurangan olahraga serta kegiatan di sekolah sebagai “faktor lingkungan” yang cenderung meningkatkan risiko.
Sebelum pandemi, diabetes tipe 2 meningkat di antara anak-anak di seluruh dunia, dan karena prevalensi diabetes anak-anak diketahui naik turun dari waktu ke waktu, para peneliti menuliskan tinjauan rekam medis nasional untuk menilai dampak pandemi, menurut Sheela N. Magge, M.D., M.S.C.E., direktur Divisi Endokrinologi Anak di Pusat Anak.
Magge, seorang profesor pediatri di Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins dan salah satu penulis artikel ini, mengatakan bahwa kurangnya aktivitas fisik dan kenaikan berat badan merupakan faktor risiko yang terkenal untuk diabetes tipe 2. “Selama lockdown, anak-anak tidak melakukan rutinitas normal yang biasa mereka lakukan sehari-hari seperti pergi ke sekolah, berolahraga, dan hobi lainnya,” kata Magge. “Mereka tidak cuma kurang beraktivitas fisik, tetapi mereka juga dikurung di rumah dan menghabiskan lebih banyak waktu menonton TV, bermain video game, atau perangkat elektronik lainnya.”
Diabetes tipe 2 adalah gangguan kronis yang memengaruhi kemampuan tubuh untuk mengatur, menggunakan, dan memproses gula (karbohidrat). Tanpa pengobatan dan pengendalian, diabetes dapat menyebabkan penyakit jantung, kerusakan saraf dan ginjal, gangguan penglihatan dan cedera ireversibel lainnya pada organ.
Meskipun umumnya dikaitkan dengan orang dewasa, diperkirakan sepertiga anak muda di Amerika Serikat dianggap berisiko, karena kelebihan berat badan dan obesitas. Magge menambahkan, penelitian sebelumnya dari lembaga lain telah menunjukkan bahwa anak-anak yang didiagnosis dengan diabetes tampaknya mendapatkan komplikasi lebih cepat daripada orang dewasa.
Pada penelitian terbaru, yang bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Colorado, para peneliti membandingkan tingkat diabetes tipe 2 onset baru di antara individu berusia 8-21 tahun dalam dua tahun sebelum pandemi (1 Maret 2018 – 29 Februari 2020) hingga tahun pertama pandemi (1 Maret 2020 – 28 Februari 2021).
Para peneliti mengidentifikasi 3.113 pasien anak selama periode itu, berusia 8 hingga 21 tahun yang berasal dari 24 pusat kesehatan di seluruh Amerika Serikat. Jumlah rata-rata diagnosis baru per tahun dalam dua tahun pra-pandemi meningkat dari 825 menjadi 1.463 selama tahun pertama pandemi, atau meningkat sebesar 77%.
Selama tahun pertama pandemi, catatan menunjukkan bahwa lebih banyak anak laki-laki (55%) yang didiagnosis diabetes tipe 2 daripada anak perempuan (45%), kebalikan dari persentase selama tahun-tahun pra-pandemi. “Ini adalah salah satu temuan yang tidak biasa dari penelitian kami,” kata ahli endokrinologi anak Risa Wolf, M.D., asisten profesor pediatri di Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins dan salah satu penulis penelitian ini. “Biasanya, kami melihat lebih banyak anak perempuan daripada anak laki-laki yang baru didiagnosis dengan diabetes tipe 2, meskipun tidak jelas penyebabnya apa.”
Dibandingkan dengan prevalensi pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah diagnosis di kalangan pemuda Hispanik hampir dua kali lipat selama tahun pertama pandemi, dan jumlah diagnosis di kalangan pemuda kulit hitam berlipat ganda. Sedangkan di antara pemuda kulit putih, para peneliti mencatat adanya penurunan kasus.
Diabetes tipe 2 diketahui mempengaruhi populasi etnis dan ras minoritas, serta keluarga dengan tantangan sosial ekonomi, dan penelitian baru menunjukkan bahwa perbedaan tersebut semakin dalam, kata Magge.
Hasil analisis mendokumentasikan adanya peningkatan kasus pada pasien yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) tinggi dan serta memiliki glukosa darah dan HbA1c yang tinggi.
Selain itu, sebelum pandemi, lebih banyak pasien yang didiagnosis sebagai pasien rawat jalan (57%) dibandingkan saat pandemi, dimana lebih banyak yang didiagnosis dan dirawat sebagai pasien rawat inap (57%), yang menunjukkan tingkat keparahan diabetes tipe 2 yang lebih tinggi.
Secara keseluruhan, para peneliti menemukan bahwa 21% anak muda yang didiagnosis DM tipe 2 mengalami “dekompensasi metabolik”, di mana gejala parahnya dapat berupa muntah, lesu, kebingungan, dan pernapasan cepat. Sebelum pandemi, gejala seperti itu hanya terjadi pada 9% anak-anak dengan diabetes tipe 2 onset baru. Karena penelitian ini melibatkan tinjauan retrospektif (melihat ke belakang) dari rekam medis, para peneliti mengatakan ada potensi inkonsistensi dalam pelaporan atau informasi yang hilang.
Namun, temuan ini menunjukkan perlunya dokter anak dan dokter perawatan primer lainnya untuk waspada dalam skrining diabetes tipe 2. “Kami perlu memastikan bahwa kami mengidentifikasi pasien lebih awal sehingga kami dapat melakukan intervensi dengan pengobatan dan mencegah komplikasi,” kata Wolf.
Wolf juga mengatakan orang tua harus berbicara dengan dokter anak mereka tentang kenaikan berat badan. Kata Magge: “Sekaranglah waktunya untuk fokus pada olahraga dan diet sehat untuk anak-anak Anda.”
Penerjemah: Salwa Kamilia Cahyaning Hidayat, S.Gz
Penulis: Johns Hopkins Medicine
Sumber: https://www.sciencedaily.com/