Reportase Webinar
Dialog Kebijakan Diabetes Melitus Seri 3: Kebijakan Diabetes Melitus di Layanan Primer
PKMK – Yogya. Tim Lintas Departemen FK – KMK UGM bekerjasama dengan Lintas Fakultas UGM, Pokja URT UGM, dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK – KMK UGM menyelenggarakan webinar yang bertajuk Kebijakan Diabetes Melitus di Layanan Primer. Webinar ini merupakan seri ke-3 dari rangkaian Webinar Dialog Kebijakan Diabetes Melitus yang masih berlangsung yaitu pada Agustus – Oktober 2022. Tujuan diadakannya webinar seri ke-3 ini adalah untuk menganalisis lebih dalam mengenai kebijakan dan regulasi tata laksana DM di layanan primer di Indonesia, lesson learned dari kebijakan dan program yang telah diterapkan di negara lain, serta usulan kebijakan untuk pengelolaan DM di layanan primer.
Pengantar: Diskusi Kebijakan Penyakit DM tahun 2022
Sebagai pengantar untuk mengawali webinar seri ke-3 ini, dr. Vina Yanti Susanti, Sp.PD-KEMD, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Kelompok Kerja Kebijakan DM menyampaikan rangkuman dari webinar seri sebelumnya. Telah kita ketahui bersama bahwa prevalensi DM di seluruh dunia terus meningkat, yang diikuti dengan meningkatnya kasus komplikasi akut maupun kronik. Data BPJS menunjukkan bahwa biaya klaim untuk penyakit ginjal akibat diabetes mengalami peningkatan yang tajam dari tahun 2015-2019, dan baru turun di tahun 2020 akibat munculnya penyakit COVID-19. Untuk itu, Vina menyinggung kembali pentingnya menerapkan pola pikir inovatif, integratif, dan pola pikir impact sebagai pola pikir kebijakan DM, yang diharapkan dapat menjadi landasan dalam menghasilkan rekomendasi kebijakan-kebijakan baru terkait DM di masa mendatang.
Regulasi/Kebijakan Pengelolaan Diabetes di Layanan Primer
Pada sesi pertama, Dr. dr. Wahyudi Istiono, M.Kes, SpKKLP menyampaikan materi mengenai regulasi/kebijakan DM di layanan primer. Panduan diagnosis dan tata laksana DM di layanan primer telah diatur dalam Permenkes RI nomor 5 tahun 2014 yang menjadi dasar bagi para klinisi untuk mengelola penyakit DM. Terkait kebijakan pengelolaan DM dari BPJS, beberapa yang saat ini telah diusahakan adalah Prolanis dan Program Rujuk Balik (PRB). Jika menilik realitanya, program Prolanis sudah terlaksana dengan cukup baik, yang mencakup pelayanan DM dan hipertensi secara rutin; biaya obat DM dibebankan kapitasi FKTP; pemeriksaan laboratorium untuk GDP, GDPP dan HbA1C dapat dilaksanakan secara rutin; serta adanya konsultasi medis, klub Prolanis, home visit dan skrining kesehatan yang dapat diakses oleh peserta Prolanis. Sayangnya, terdapat beberapa kekurangan dari kebijakan ini, diantaranya terbatasnya obat-obatan DM serta program Prolanis belum mencakup peserta sehat atau prediabetes untuk mencegah terjadinya DM. Terkait realita kebijakan PRB, pelayanan rujukan ke FKTL sudah rutin dilakukan di FKTP, begitu pula pelayanan PRB dari FKTL ke FKTP juga sudah rutin dilakukan. Namun masih terdapat banyak kendala, termasuk FKTP kesulitan untuk memenuhi target rujukan <15% jumlah kunjungan, karena satu pasien umumnya memerlukan banyak rujukan. Pada kesimpulannya, Wahyudi mengusulkan agar dibentuknya program-program baru yang berfokus pada pencegahan DM seperti program prediabetes dan penguatan gaya hidup sehat, karena perbaikan Prolanis dan PRB saja tidaklah cukup untuk menurunkan angka prevalensi DM saat ini.
Manajemen Diabetes di Luar Negeri: Penguatan Layanan Primer dalam Manajemen Diabetes Tipe 2
Sebagai pembuka dari materi sesi kedua, dr. Aghnaa Gayatri, M.Sc, Ph.D, SpKKLP menyampaikan chronic care model, yaitu kumpulan komponen yang mengarahkan pengembangan layanan penyakit kronis di layanan primer. Dalam chronic care model, pasien berperan penting untuk diberdayakan agar dapat turut serta mengelola penyakitnya sendiri, dengan tujuan tercapainya interaksi yang produktif antara pasien dan tim layanan kesehatan yang sigap dan proaktif. Penerapan chronic care model pada penyakit DM mencakup banyak elemen, beberapa diantaranya adalah manajemen diri, masyarakat, dan sistem kesehatan.
Skotlandia adalah salah satu negara yang sudah menerapkan chronic care model untuk penyakit kronis (termasuk DM). Setiap tahunnya, pasien DM tipe 2 akan mendapatkan pemeriksaan klinis meliputi HbA1C, skrining mata, pemeriksaan kaki, pemeriksaan ginjal, dukungan emosional dan psikologis, edukasi diet dan lain-lain. Begitu pula di Amerika Serikat, dimana pasien menerima laporan hasil monitoring berkala pemeriksaan klinis terkait penyakit diabetesnya, sehingga mereka dapat memahami kondisi serta target kesehatan yang perlu dicapai. Belajar dari negara-negara tersebut, Aghnaa menyampaikan adanya gap kebijakan DM layanan primer di Indonesia dengan di luar negeri, termasuk minimnya SDM untuk pengelolaan DM di klinik pratama dan praktik dokter mandiri dibandingkan dengan di Puskesmas, skrining komplikasi pasien DM belum komprehensif, belum adanya kebijakan terkait layanan dukungan emosional dan psikologis bagi pasien, serta belum adanya kebijakan rujukan horizontal untuk DM.
Gap Kebijakan Tata Laksana DM di Layanan Primer Saat Ini dan Usulan Policy Making terkait DM di Layanan Primer
Pada sesi terakhir, Dr. Diah Ayu Puspandari Apt, MBA M.Kes mengajak audiens untuk menganalisis masalah yang ada dalam kebijakan DM saat ini dengan beberapa langkah analisis kebijakan, yaitu: 1) Menentukan/mendefinisikan masalah kebijakan DM, 2) Membuat daftar alternatif kebijakan terbaik dalam menyelesaikan masalah DM, 3) Mengidentifikasikan/memgembangkan kriteria-kriteria untuk evaluasi alternatif kebijakan DM, 4) Memilih alternatif terbaik sebagai kebijakan terpilih, dan 5) Membuat kesimpulan.
Dari sudut pandang ekonomi kesehatan, DM termasuk penyakit katastropik yang memiliki dampak sangat tinggi pada biaya kesehatan. Tak hanya itu, DM juga merupakan faktor risiko metabolik terhadap penyakit katastropik lainnya seperti penyakit jantung, gagal ginjal dan stroke. Karenanya, apabila DM tertangani dengan baik, maka dapat memberikan dampak penghematan yang besar pada biaya kesehatan. Menurut laporan dari CDC, penghematan biaya kesehatan pada penyakit DM dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya komplikasi DM melalui pengontrolan kadar gula darah, tekanan darah dan kolesterol; pemeriksaan mata secara berkala; pemeriksaan kaki dan edukasi pasien berkala; serta deteksi dini dan penanganan penyakit ginjal diabetes.
Reporter: Salwa Kamilia Cahyaning Hidayat, S.Gz (PKMK UGM)