<< Kembali ke Peta << Kembali ke Gambar Rumah
Pendanaan |

Sumber : diabetes-indonesia.net
Berdasarkan grafik di atas, jawa timur menjadi provinsi dengan biaya klaim peserta diabetes melitus tertinggi. Angka yang dimiliki oleh provinsi Jawa Timur berada pada lebih dari Rp. 7.1 Triliun sementara biaya klaim terendah sebesar Rp. 4,08 Miliar yang dimiliki oleh Provinsi Papua Pegunungan. Sumatera Utara menjadi satu-satunya provinsi di luar pulau jawa yang memiliki biaya klaim yang lebih tinggi dari provinsi di pulau jawa, yakni Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal menarik lainnya adalah provinsi yang memiliki biaya klaim di atas Rp. 2 Triliun hanya empat provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta bahkan angkanya lebih besar dari Rp. 4 Triliun. Sementara itu, provinsi lainnya pada umumnya berada di bawah Rp. 1 Triliun.
Sumber : diabetes-indonesia.net
Grafik di atas menunjukkan data time series dari biaya klaim peserta JKN-KIS yang pernah didiagnosis diabetes melitus selama periode 2015 hingga 2022. Sejak tahun 2015 hingga 2019 terjadi trend positif dengan titik tertinggi pada tahun 2019 yang menyentuh nilai total biaya klaim lebih besar daripada Rp. 8774 Miliar. Hanya saja, trend penurunan terjadi di tahun 2020 hingga 2021. Tahun 2021 biaya klaim berada pada Rp. 5259,95. Hal tersebut diduga memiliki kaitan dengan pandemi Covid-19 yang menyebar di Indonesia. Rumah sakit menggeser prioritas penangan untuk pengendalian penyebaran Covid-19 sehingga mungkin penderita Diabetes Melitus menunda atau membatasi kunjungan rutin mereka. Sementara itu, tahun 2022 kembali meningkat. Hal tersebut juga ditandai dengan situasi pandemi yang semakin terkendali.
Sumber : diabetes-indonesia.net
Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta menjadi empat provinsi yang memiliki biaya klaim peserta komplikasi stroke akibat diabetes melitus selama periode 2015 hingga 2020 yang memiliki besaran biaya klaim di atas Rp. 200 Miliar. Selain empat provinsi dengan biaya klaim paling tinggi tersebut, provinsi lainnya tidak ada yang mencapai angka Rp.100 Miliar. Jawa Tengah menjadi provinsi dengan besar biaya klaim paling tinggi mencapai lebih dari Rp. 370,29 Miliar. Sementara itu Provinsi Papua Pegunungan masih menjadi provinsi dengan biaya klaim terendah, yakni Rp. 84, 38 Juta. Sumatera Utara juga menjadi satu-satunya provinsi di luar jawa yang memiliki biaya klaim peserta komplikasi stroke akibat diabetes melitus diatas provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gambar di atas menunjukkan pergerakkan biaya klaim komplikasi stroke pada pasien diabetes melitus dari tahun 2015 hingga tahun 2022. Pergerakan yang serupa dengan pergerakan biaya klaim peserta JKN-KIS yang pernah didiagnosis diabetes melitus pada periode yang sama. Trend positif terlihat dan memiliki puncaknya di tahun 2019 dengan total biaya klaim sebesar Rp. 409,78 Miliar. Kemudian, turun hingga tahun 2021 dan kembali meningkat di tahun 2022 sebesar Rp. 357,04 Miliar. Dugaan yang sama terkait dampak dari Pandemi Covid-19 yang linear dengan kecenderungan penderita komplikasi stroke yang menunda atau membatasi kunjungan mereka. Hal tersebut kembali ke trend secara umum ketika 2022 dimana Covid-19 mulai bisa dikendalikan.
Gambar di atas menunjukkan biaya klaim peserta komplikasi jantung karena diabetes melitus dalam periode tahun 2015 hingga 2020. Provinsi Jawa Barat menjadi provinsi dengan biaya klaim terbesar sejumlah lebih dari Rp. 1,15 Triliun. Provinsi lainnya yang mengikuti adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Provinsi lainnya berada di bawah Rp. 400 Miliar Rupiah. Sementara itu, Provinsi Papua Pegunungan kembali menjadi provinsi dengan biaya klaim terendah dengan angka sejumlah Rp. 553,11 Juta. Perbedaan yang sangat signifikan antara Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi Papua Pegunungan.
Gambar tersebut memperlihatkan tren pergerakan biaya klaim komplikasi jantung pada pasien diabetes melitus dari tahun 2015 hingga 2022. Tren ini menunjukkan pola serupa dengan biaya klaim peserta JKN-KIS yang didiagnosis diabetes melitus pada periode yang sama, menggambarkan hubungan yang erat antara komplikasi jantung dan diabetes melitus. Tren positif biaya klaim terlihat dengan puncaknya pada tahun 2019, mencapai Rp. 1.374,60 miliar. Namun, setelah itu terjadi penurunan signifikan pada tahun 2020 dan 2021, yang diduga terkait erat dengan dampak Pandemi Covid-19. Selama pandemi, banyak penderita diabetes melitus yang mengalami komplikasi, seperti jantung atau stroke, menunda atau membatasi kunjungan ke fasilitas kesehatan akibat pembatasan mobilitas dan kekhawatiran akan terpapar virus. Kondisi ini menyebabkan penurunan klaim biaya perawatan. Penurunan hingga tahun 2021 dan kembali meningkat di tahun 2022 sebesar Rp. 961,97 Miliar. Dugaan yang sama terkait dampak dari Pandemi Covid-19 yang linear dengan kecenderungan penderita komplikasi stroke yang menunda atau membatasi kunjungan mereka. Hal tersebut kembali ke trend secara umum ketika 2022 dimana Covid-19 mulai bisa dikendalikan.
Selama periode 2015-2020, biaya klaim peserta komplikasi neuropati akibat diabetes melitus menunjukkan disparitas yang signifikan antarprovinsi. Jawa Tengah tercatat sebagai provinsi dengan biaya klaim tertinggi, mencapai Rp 273,708 miliar, diikuti oleh Jawa Timur dan Jawa Barat yang juga berada di posisi tiga besar. Sebaliknya, Papua Pegunungan memiliki biaya klaim terendah sebesar Rp 65 juta. Hal menarik adalah hanya 3 provinsi ini yang memiliki biaya klaim dengan angka lebih dari Rp. 100 Miliar. Perbedaan ini mencerminkan kesenjangan dalam jumlah kasus atau akses pelayanan kesehatan di berbagai wilayah, dengan provinsi besar seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat kemungkinan memiliki populasi pasien yang lebih besar dibandingkan Papua Pegunungan.
Pergerakan trend biaya klaim komplikasi neuropathy pada pasien diabetes melitus selama 2015 hingga 2022 menunjukkan trend serupa dengan pergerakan biaya klaim peserta JKN-KIS yang pernah didiagnosis diabetes melitus pada periode yang sama. Selama periode ini, tahun 2019 memiliki jumlah biaya klaim tertinggi sebesar Rp. 260, 31 Miliar dengan trend positif sejak 2015. Akan tetapi, tahun 2020 dan tahun 2021 terjadi penurunan dengan 2021 menjadi tahun rebound karena tahun 2022 kembali meningkat bahkan lebih besar dari 2018 walaupun belum bisa melampaui 2019. Dugaan alasan yang sama dengan biaya klaim peserta JKN-KIS yang pernah didiagnosis diabetes melitus maupun penderita komplikasi lain pada pasien diabetes melitus.
Sepanjang tahun 2015 hingga tahun 2020, Provinsi Papua Pegunungan juga menjadi provinsi dengan biaya klaim terendah untuk peserta komplikasi ginjal akibat diabetes melitus dengan biaya klaim sebesar Rp. 879,7 Juta. Di sisi lain, 4 provinsi tertinggi memiliki biaya klaim dengan angka di atas Rp. 1 Triliun. Empat provinsi yang dimaksud adalah Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Provinsi Jawa Timur memiliki biaya klaim tertinggi selama periode ini dengan biaya klaim lebih besar dari Rp. 1,35 Triliun. Selain empat provinsi tersebut, tidak ada provinsi yang memiliki biaya klaim di atas Rp. 500 Miliar. Hal tersebut masih menunjukkan adanya disparitas yang tinggi antar provinsi di Indonesia
Selama periode 2015 hingga 2022, trend positif terjadi sejak 2015 hingga tahun 2020. Walaupun tahun 2020 tetap memberikan pertumbuhan positif, tetapi pertumbuhan tersebut jelas lebih landai dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2021 menjadi satu-satunya tahun dengan pertumbuhan negative pada biaya klaim komplikasi ginjal di periode ini. Kemudian, peningkatan terjadi kembali di tahun 2022. Hal tersebut juga menunjukkan biaya klaim komplikasi ginjal memiliki trend yang berbeda dengan tiga grafik sebelumnya yang mana memiliki trend biaya klaim yang selaras dengan pergerakan biaya klaim peserta JKN-KIS yang pernah didiagnosis diabetes melitus pada periode 2015 hingga 2022. Temuan tersebut menarik untuk diteliti lebih jauh.